Senin, 25 Januari 2016

Tangisanku, Terbayar.


Assalaamu’alaikum sobaat, semoga kabar baik selalu kudengar tentang kalian. 6 bulan sudah aku menjalani aktifitas baruku setelah aku lulus dari sekolah bercirikan putih abu-abu itu. Berawal dari perjuangan ku melawan monster bernama Ujian Nasional, kemudian mengejar Test Masuk Universitas impianku LIPIA, dan sampai akhirnya aku menginjakkan diri di kampus hijau tertjintah. Aku sangat yakin akan janji Allah dalam Surat CintaNya, QS Al-Baqarah: 216 :

“ .....boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal itu baik bagimu. Boleh jadi kamu menyukai sesuatu , padahal itu tidak baik bagimu. Allah Maha Mengetahui, sedangkan kamu tidak.”

4 Mei 2015 hari yang ku tunggu-tunggu karena tanggal itu adalah tanggal aku pertama kalinya menginjakkan kaki ku di lipia. Tepat pukul 05.30 pagi aku dan salah seorang teman ku memberanikan diri untuk mencoba mendaftar di kampus idaman itu. Segala berkas sudah kupersiapkan, mulai dari skck, tazkiyah, transkip nilai rapot, kecuali ijazah. Karena saat itu ijazah kelulusanku belum keluar. Dengan PD nya aku melangkahkan kaki ku masuk Lipia. Seorang satpam perempuan berhijab menyapaku, “Assalaamu’alaikum mba, ingin mendaftar kuliah disini, sebelum masuk boleh saya periksa tasnya?”  “wa’alaikumussalaam, ohh iyaa silahkan ibu..” jawab ku sambil tersenyum. Setelah tas ku diperiksa aku dipersilahkan masuk gerbang. Maa Syaa Allah... ternyata aku kalah cepat. Pukul 6 pagi kampus idaman itu telah dipenuhi akhwat sholihah yang ingin mendaftar pula. Antrean sangat panjang. Banyak wanita bercadar, banyak yang hijabnya panjang. Ku lirik diriku, dalam hati kecilku berkata, semoga aku bisa seperti mereka. aamiin. Mereka menyapaku ramah. Salah seorang wanita bercadar dari mereka membuka obrolan dengan ku, “assalaamu’alaikum ukhti ingin mendaftar juga?” “iya ukh” jawabku sedikit minder. “Ukhti orang jakarta kah? Apa ukhti dari ma’had?” tanya ku pada wanita itu. “na’am ukhti.” Jawabnya sambil tersenyum. Lalu ia bertanya balik padaku, sama seperti pertanyaanku. Aku pun menjawab bahwa diriku berasal dari Jakarta dan aku bukan lulusan Ma’had. Aku pun spontan curhat kepadanya bahwa aku tak yakin ingin bisa masuk kampus ini. Ia pun tersenyum, dan menjawab tenang saja ukhti yakinlah Allah tau yang terbaik. Ku balas senyuman dalam hati ku berteriak aamiin.
Tiba-tiba antrean terdorong, diriku dan temanku terpisah. Dengan spontan aku melejitkan badan mungilku ke depan. Para akhwat itu berbicara bahasa arab. entah apa yang banyak mereka perbincangkan. Yang jelas inti pembicaraan mereka bahwa yang lulus tahun ini belum bisa mendaftar karena belum ada ijazah. Degggg~ aku pun merasa. Tapi aku masih tetap saja PD dengan membawa surat keterangan mangikuti ujian nasional dari sekolah dan transkip rapot aku bisa mendaftar. Tepat pukul 8 musyrifah kampus LIPIA keluar. Beliau menyapa kami dengan ramah. Logat arabnya yang fasih memberitahukan pada kami bahwa formulir pendaftaran yang ada ditangannya akan di bagikan dengan syarat antrean tertib. Alhamdulillaaah selama 2 jam aku menunggu akhirnya tiba juga saatnya. Semua akhwat itu antusias ingin berbaris paling depan. Aku menyelipkan badan mungilku ke sela sela barisan dan akhirnya formulir itu dapat ku genggam di tangan. Aku pun segera keluar barisan dan bergegas mengambil pena dari dalam tas ku untuk mengisi formulir itu. Sambil menunggu temanku yang masih mengantri, ku ucap bismillaah lalu ki isi dengan rapi formulir itu. Rasanya aku bisa tersenyum lega walaupun belum selesai perjuanganku disitu. Selang beberapa menit teman ku pun berhasil mendapatkan formulir itu. Lalu ia mengisinya dan kami pun siap untuk mengantri kembali.

Antrean pun kembali dibuka untuk menyeleksi berkas pendaftaran yang telah kami bawa. Aku pun besyukur karena bisa dapat antean di depan. Dan aku pun bisa segera masuk aula pendaftaran lipia. Sambil berjalan menuju aula itu, melewati kelas kelas khayalan pun terlintas lewat, alangkah bersyukurnya jika aku bisa diterima disini. Akhirnya aku pun sampai dan aku duduk tenang. Musyrifah disana menegaskan kembali dengan bahasa Arabnya yang indah. “bagi yang belum mendapat ijazah silahkan keluar kembali” tegasnya. Aku pun sedikit gemetar, ku colek pendaftar disampingku, “ukhti lulus tahun ini? Sudah ada ijazah?” “ohh saya lulus tahun kemarin, saya sudah dua kali mencoba mendaftar.” Jawabnya dengan ramah. Ku tanya kembali, “ukhti saya belum dapat ijazah tapi saya bawa nilai rapot , gimana ya?” “saya kurang tau ukhti tapi tadi dibilang yang belum ada ijazah belum bisa. Coba dulu saja ukhti nanti ketika maju ditanyakan.” Jawabnya meyakinkan. “ohh gitu yaa ukh, baik syukron ukhti.” Jawabku sedikit lega walaupun masih deg deg-kan. Akhirnya antreanku sampai juga. Aku pun maju. Kaki ku gemetar bibirku terkatup rapat. Seorang ustadzah yang cantik itu menyapaku ramah dengan bahasa arabnya yang indah.
“assalaamu’alaikum, masmuki?’”
“ismii Maqdhiah ‘abdillah” jawabku gugup.
“min aina anti?” tanya nya lagi.
“ana min jaakarta al januubiyah” jawabku belepotan.
“aina syahaadatuki?” tanya nya tentang berkas ku yang tidak ada ijazah.
Deg deg deg “jawab apaan nih?” dalam hati kecilku ingin menjerit.
“ ‘afwan, syahaadatii lam takhruj ustadzaah.” Jawabku gemetar mataku mulai membinar ingin menangis.
“’afwan yaa thaalibah, tafaddhalii, an tujarribii fii sanah al qaadim” jawabnya sambil senyum padaku, aku lupa apa bahasa arab lengkapnya, intinya aku disuruh mencoba tahun depan.
“hasanaan ustadzaah, ‘afwan jazaakillaah khayr” jawabku sesak.
Aku pun keluar ruangan air mataku pun spontan membasahi pipi. Rasanya aku ingin berteriak. namun bisikkan itu datang, istighfar mungkin ada maksud Allah yang lain dibalik semua ini. Tak bisa ku bayangkan 2 jam aku mengantri, desak desakkan, ternyata jalan ku bukan disini. Aku pun mencoba meredam tangisanku. Aku pun ikuti bisikkan itu untuk segera istighfar. Sampai keluar kampus aku menemui teman ku yang ternyata juga senasib denganku.

Dalam perjalanan pulang dengan hari penuh kecewa, aku pun beristighfar mungkin ada kejutan Allah yang lain di balik ini semua. Aku berdoa, aku hanya ingin belajar islam melalui kuncinya yaitu bahasa arab. aku ingin lingkungan yang kondusif islami, aku ingin mendapat teman-teman seperti akhwat-akhwat yang tadi aku jumpai.
Hari demi hari pun berlalu, aku pun mulai mencari teman dan tempat belajar bahasa arab untuk persiapan ku tes Lipia tahun depan. Aku bilang ke mama ku, “ma, maaf yaa kak dhiah di tolak lipia tahun ini, belum tes saja sudah di tolak ma-_-. Mama doain yaa”
“mama sih terserah kamu saja mama Cuma bisa doain yang terbaik buat kamu.” Jawab mama dengan senyuman manisnya.

Selang beberapa hari setelah tragedi di tolaknya diriku /plaaak~ sekolah pun mengeluarkan pengumuman Lulus. Aku pun tak hadir saat pengumuman karena suasana hariku masih tidak enak. Aku pun Cuma berdoa semoga aku lulus. Aamiin. Hingga siang tak ada yang mengabari ku, aku lulus atau tidak. Aku pun bertanya pada salah seorang temanku. “ada yang gak lulus gak?” teman ku menjawab “alhamdulillaah dhiah lulus 100 %” “alhamdulillaaah, ku ekspresikan rasa syukurku di rumah. Rasa nya pengumuman lulus sekolah terakhir ini tak begitu spesial seperti sekolah-sekolah ku yang lalu. Aku lebih santai mungkin karena aku udah galau duluan. Hhehe~

Tanggal 9 Juni 2015 itu adalah tanggal yang dinanti nanti temanku yang mendaftar di perguruan tinggi negeri. Mereka heboh deg degan sama seperti diriku sebulan yang lalu. Aku memang mendaftar di PTN tapi aku tak berharap penuh hanya sekedar ikut ikutan. Saat pengumuman pun aku sedang sibuk mengurus acara workshop tadabbur Quran di organisasi remaja Quranic Generation. Paket data internetku sedang off saat itu. Mama dan bapak ku juga tidak tahu aku daftar PTN. yang mereka tahu aku hanya daftar beasiswa bidikmisi. Setelah 3 hari pengumuman itu berlalu. Aku bertemu salah seorang teman ku. Dan dia memberi tahuku kabar baik ini. Bahwa nama ku terdaftar sebagai Mahasiswa Baru di salah satu Universitas ternama di Jakarta. Orang-orang banyak menjulukinya kampus Hijau.aku masuk di fakultas Bahasa dan Seni tepatnya Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Universitas Negeri Jakarta. Awalnya aku tak percaya mungkin hanya candaan karena ingin menghiburku setelah di tolak Lipia. Namun dia meyakinkan ini serius dhiah, coba kamu cek di internet. Hati kecilku berkata “alhamdulillaah jika benar, apa ini maksud Allah aku belum bisa mendaftar Lipia kemarin? Ahh rasanya tidak mungkin kalo aku di terima itukan kampus negeri. Aku pun ingin membuktikan kata teman ku itu dengan penasaran aku pun mencoba buka web pengumuman tersebut. Ternyataa ALHAMDULILLAAH BINI’MATIHI TATIMMUSSHAALIHAAT nama ku tertera disitu. Hatiku penuh warna warni rasa entah senang, sedih, haru, sekaligus bingung. Walaupun aku tak pernah menginginkan diterima disitu setidaknya oarang tuaku senang aku bisa diterima di universitas itu. Itu yang membuatku senang dan bersyukur mungkin ini kejutan Allah untuk aku dan kedua orang tuaku. Aku pun mulai istikhoroh untuk meyakinkan pilihanku ini. Ternyata hatiku semakin mantap. Aku pun mulai melangkahkan kaki ku ke universitas itu. Mengurus segala berkas yang diperlukan.

24 Agustus 2015 adalah hari pertama aku memulai aktifitas baruku. 3 hari aku mulai beradaptasi dengan kampus baru itu juga teman-teman baruku. Maa syaa Allah untuk kesekian kalinya aku malu dan juga bersyukur karena Allah mengabulkan doa ku waktu itu. Di universitas ini banyak ku temukan Akhwat berhijab yang menjulur panjang, akhwat bercadar, dan yang membuat ku kagum akhlaq mereka yang mempesona. Disini aku diperkenalkan dengan teman-teman yang sholihah, disini aku mulai terbuka tentang politik islam, dan disini di jurusan bahasa dan sastra Arab aku bisa memperdalam kunci belajar ilmu islam yaitu bahasa arab. disini aku bisa belajar dari pribadi biasa menjadi luar bisa. Yaa itu dari sosok orang-orang yang telah berhijrah disekitarku. Disini kutemukan sebuah liqo yang isinya ada mulai dari belum berjilbab, hingga memutuskan berhijab, dan belajar Al Quran. Disini kutemukan ikatan ukhuwah yang erat. Disini kutemukan dakwah tanpa diskriminasi harokah. Disni kutemukan semua agen dakwah tidak hanya dari kalangan ilmu syar’iyyah namun seluruh fakultas teknik, MIPA, Bahasa dan Seni, pendidikan, keolahragaan semua menjadi satu belajar islam dan mendakwahkan islam. Benar suatu maqolah yang berkata siapapun diri kita, kita adalah da’i. Mau apapun itu guru kah, polisi kah, dokterkah, arsitek kah, yaa apapun itu. 

Mungkin ini jawaban Allah aku diterima disini agar aku bisa mengambil banyak pelajaran. aku pun tidak boleh menyi-nyiakan kesempatan baik yang Allah berikan pada ku ini. selama aku disini aku dapat mengambil pelajaran bahwa yang membedakan kuliah dan sekolah yaitu, jika di sekolah banyak yang beranggapan bahwa yang mendapat nilai bagus berarti dia pintar. Tapi tidak untuk kuliah. Yang mendapat nilai bagus adalah dia yang rajin. Jika sekolah banyak yang mendapat nilai bagus tapi banyak pula yang tidak dari hasil sendiri. Beda seperti kuliah nilai bagus diperolah dari hasil kerja keras sendiri tidur tengah malam begadangin makalah, observasi, penelitian, dan teruntuk jurusanku yang diwajibkan menghafal mufradat. Itu semua hasil sendiri karena tidak mungkin bisa mencontek. Ujian pun sunyi tanpa ada bisik bisik. Belajar bicara di depan umum dengan presentasi oleh kita dari kita dan untuk kita. Belajar berdiskusi disini wawasan kita mulai terbuka. Belajar mandiri. Dan di kampus ini aku merasakan bagaimana susahnya mencari uang. Banyak mahasiswa yang mengajariku untuk mulai berdagang. Aku pun mulai membuka usaha dagang nasi bakar. Alhamdulilaah setidaknya walaupun tak seberapa rasanya puas sekali kalau bisa mendapat uang hasil sendiri. Teman temanku juga ada yang berjualan sosis, martabak, kriuk. Apapun itu. Dunia kampus itu tidak mengenal kata ‘gengsi’ apapun itu asalkan baik dan halal, lakukan. Disela sela waktu kosongku di kampus seringkali ku temukan di sudut masjid kampus tengah, depan selalu ada akhwat yang tilawah ba’da sholat. Kuperhatikan tiap jam waktu dhuha sesekali ada kahwat yang melaksanakan sunnah dhuha. Sebuah halaqah quran, dan kajian islam yang rutin dilaksanakan. Tak hanya akhwat saja, aku pun terheran di kampus negeri umum tenyata masih banyak kaum adam yang taat. Jam sholat di masjid UNJ sebut saja Masjid Nurul Irfan selalu penuh. Teringat saat MPA seluruh MABA yang muslim diwajibkan berkerudung. Pantaslah jika kampus ini disebut kampus tarbiyah, kampus perjuangan, building future leader. Ya yang kita kenal dengan kampus hijau identik warna hijau itu islam. 

Aku pun mulai senang berada di kampus ini. Termikasih yaa Allah Engkau telah menjawab tangisanku selama ini dengan bayaran yang tak ku duga-duga. hasil tangisanku  6 bulan pertama, alhamdulillaaah. Aku pun teringat kata teman MTs ku ‘Belum nangis, Belum Belajar’.  Terimakasih Yaa Rabb atas AnugerahMu aku mendapat IPK 3.77. mungkin hasil tangisan atas usahaku tak ada apa apanya tanpa doa orang tuaku yang selalu menyertaiku, doa doa orang-orang yang menyayangiku. Terimakasih semoga Allah membalas beribu kebaikkan untuk kalian semua. Doakan aku untuk bisa lebih baik dan menyelesaikan target ku selanjutnya. Aamiin~

*Pesan singkat, jangan pernah kecewa atas segala sesuatu yang telah Allah tetapkan, kejuatan yang tak disangka akan Allah berikan pada mu. Teruslah mengemis doa orang tuamu dan semua orang. Usaha dan doa kita saja tak cukup untuk menggetarkan ArsNya. Mungkin dari doa orang tuamu atau orang-orang disekitarmu lah yang membuat keinginanmu di kabulkan. Tetaplah semangaat terus belajar, hormati guru, amalkan ilmu yang di dapat, perbanyak teman.

Terimakasih telah menyempatkan membaca ocehan liburan ku kali ini..
Semoga bermanfaat yaa sobb ^_^)9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar