Assalaamu’alaikum sobaat, semoga kabar baik selalu kudengar tentang kalian. 6 bulan sudah aku menjalani aktifitas baruku setelah aku lulus dari sekolah bercirikan putih abu-abu itu. Berawal dari perjuangan ku melawan monster bernama Ujian Nasional, kemudian mengejar Test Masuk Universitas impianku LIPIA, dan sampai akhirnya aku menginjakkan diri di kampus hijau tertjintah. Aku sangat yakin akan janji Allah dalam Surat CintaNya, QS Al-Baqarah: 216 :
“ .....boleh
jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal itu baik bagimu. Boleh jadi kamu
menyukai sesuatu , padahal itu tidak baik bagimu. Allah Maha Mengetahui,
sedangkan kamu tidak.”
4 Mei 2015
hari yang ku tunggu-tunggu karena tanggal itu adalah tanggal aku pertama
kalinya menginjakkan kaki ku di lipia. Tepat pukul 05.30 pagi aku dan salah
seorang teman ku memberanikan diri untuk mencoba mendaftar di kampus idaman
itu. Segala berkas sudah kupersiapkan, mulai dari skck, tazkiyah, transkip
nilai rapot, kecuali ijazah. Karena saat itu ijazah kelulusanku belum keluar. Dengan
PD nya aku melangkahkan kaki ku masuk Lipia. Seorang satpam perempuan berhijab
menyapaku, “Assalaamu’alaikum mba, ingin mendaftar kuliah disini, sebelum masuk
boleh saya periksa tasnya?” “wa’alaikumussalaam,
ohh iyaa silahkan ibu..” jawab ku sambil tersenyum. Setelah tas ku diperiksa
aku dipersilahkan masuk gerbang. Maa Syaa Allah... ternyata aku kalah cepat. Pukul
6 pagi kampus idaman itu telah dipenuhi akhwat sholihah yang ingin mendaftar
pula. Antrean sangat panjang. Banyak wanita bercadar, banyak yang hijabnya panjang.
Ku lirik diriku, dalam hati kecilku berkata, semoga aku bisa seperti mereka.
aamiin. Mereka menyapaku ramah. Salah seorang wanita bercadar dari mereka
membuka obrolan dengan ku, “assalaamu’alaikum ukhti ingin mendaftar juga?” “iya
ukh” jawabku sedikit minder. “Ukhti orang jakarta kah? Apa ukhti dari ma’had?”
tanya ku pada wanita itu. “na’am ukhti.” Jawabnya sambil tersenyum. Lalu ia
bertanya balik padaku, sama seperti pertanyaanku. Aku pun menjawab bahwa diriku
berasal dari Jakarta dan aku bukan lulusan Ma’had. Aku pun spontan curhat
kepadanya bahwa aku tak yakin ingin bisa masuk kampus ini. Ia pun tersenyum,
dan menjawab tenang saja ukhti yakinlah Allah tau yang terbaik. Ku balas
senyuman dalam hati ku berteriak aamiin.
Tiba-tiba
antrean terdorong, diriku dan temanku terpisah. Dengan spontan aku melejitkan
badan mungilku ke depan. Para akhwat itu berbicara bahasa arab. entah apa yang
banyak mereka perbincangkan. Yang jelas inti pembicaraan mereka bahwa yang
lulus tahun ini belum bisa mendaftar karena belum ada ijazah. Degggg~ aku pun
merasa. Tapi aku masih tetap saja PD dengan membawa surat keterangan mangikuti
ujian nasional dari sekolah dan transkip rapot aku bisa mendaftar. Tepat pukul 8
musyrifah kampus LIPIA keluar. Beliau menyapa kami dengan ramah. Logat arabnya
yang fasih memberitahukan pada kami bahwa formulir pendaftaran yang ada
ditangannya akan di bagikan dengan syarat antrean tertib. Alhamdulillaaah selama
2 jam aku menunggu akhirnya tiba juga saatnya. Semua akhwat itu antusias ingin
berbaris paling depan. Aku menyelipkan badan mungilku ke sela sela barisan dan
akhirnya formulir itu dapat ku genggam di tangan. Aku pun segera keluar barisan
dan bergegas mengambil pena dari dalam tas ku untuk mengisi formulir itu. Sambil
menunggu temanku yang masih mengantri, ku ucap bismillaah lalu ki isi dengan
rapi formulir itu. Rasanya aku bisa tersenyum lega walaupun belum selesai
perjuanganku disitu. Selang beberapa menit teman ku pun berhasil mendapatkan
formulir itu. Lalu ia mengisinya dan kami pun siap untuk mengantri kembali.
Antrean pun
kembali dibuka untuk menyeleksi berkas pendaftaran yang telah kami bawa. Aku pun
besyukur karena bisa dapat antean di depan. Dan aku pun bisa segera masuk aula
pendaftaran lipia. Sambil berjalan menuju aula itu, melewati kelas kelas
khayalan pun terlintas lewat, alangkah bersyukurnya jika aku bisa diterima
disini. Akhirnya aku pun sampai dan aku duduk tenang. Musyrifah disana
menegaskan kembali dengan bahasa Arabnya yang indah. “bagi yang belum mendapat
ijazah silahkan keluar kembali” tegasnya. Aku pun sedikit gemetar, ku colek pendaftar
disampingku, “ukhti lulus tahun ini? Sudah ada ijazah?” “ohh saya lulus tahun
kemarin, saya sudah dua kali mencoba mendaftar.” Jawabnya dengan ramah. Ku tanya
kembali, “ukhti saya belum dapat ijazah tapi saya bawa nilai rapot , gimana ya?”
“saya kurang tau ukhti tapi tadi dibilang yang belum ada ijazah belum bisa. Coba
dulu saja ukhti nanti ketika maju ditanyakan.” Jawabnya meyakinkan. “ohh gitu
yaa ukh, baik syukron ukhti.” Jawabku sedikit lega walaupun masih deg deg-kan. Akhirnya
antreanku sampai juga. Aku pun maju. Kaki ku gemetar bibirku terkatup rapat. Seorang
ustadzah yang cantik itu menyapaku ramah dengan bahasa arabnya yang indah.
“assalaamu’alaikum,
masmuki?’”
“ismii
Maqdhiah ‘abdillah” jawabku gugup.
“min aina anti?”
tanya nya lagi.
“ana min
jaakarta al januubiyah” jawabku belepotan.
“aina syahaadatuki?”
tanya nya tentang berkas ku yang tidak ada ijazah.
Deg deg deg “jawab
apaan nih?” dalam hati kecilku ingin menjerit.
“ ‘afwan, syahaadatii
lam takhruj ustadzaah.” Jawabku gemetar mataku mulai membinar ingin menangis.
“’afwan yaa
thaalibah, tafaddhalii, an tujarribii fii sanah al qaadim” jawabnya sambil
senyum padaku, aku lupa apa bahasa arab lengkapnya, intinya aku disuruh mencoba
tahun depan.
“hasanaan
ustadzaah, ‘afwan jazaakillaah khayr” jawabku sesak.
Aku pun
keluar ruangan air mataku pun spontan membasahi pipi. Rasanya aku ingin
berteriak. namun bisikkan itu datang, istighfar mungkin ada maksud Allah yang
lain dibalik semua ini. Tak bisa ku bayangkan 2 jam aku mengantri, desak
desakkan, ternyata jalan ku bukan disini. Aku pun mencoba meredam tangisanku. Aku
pun ikuti bisikkan itu untuk segera istighfar. Sampai keluar kampus aku menemui
teman ku yang ternyata juga senasib denganku.
Dalam perjalanan
pulang dengan hari penuh kecewa, aku pun beristighfar mungkin ada kejutan Allah
yang lain di balik ini semua. Aku berdoa, aku hanya ingin belajar islam melalui
kuncinya yaitu bahasa arab. aku ingin lingkungan yang kondusif islami, aku
ingin mendapat teman-teman seperti akhwat-akhwat yang tadi aku jumpai.
Hari demi
hari pun berlalu, aku pun mulai mencari teman dan tempat belajar bahasa arab
untuk persiapan ku tes Lipia tahun depan. Aku bilang ke mama ku, “ma, maaf yaa
kak dhiah di tolak lipia tahun ini, belum tes saja sudah di tolak ma-_-. Mama doain
yaa”
“mama sih
terserah kamu saja mama Cuma bisa doain yang terbaik buat kamu.” Jawab mama
dengan senyuman manisnya.
Selang beberapa
hari setelah tragedi di tolaknya diriku /plaaak~ sekolah pun mengeluarkan pengumuman
Lulus. Aku pun tak hadir saat pengumuman karena suasana hariku masih tidak
enak. Aku pun Cuma berdoa semoga aku lulus. Aamiin. Hingga siang tak ada yang
mengabari ku, aku lulus atau tidak. Aku pun bertanya pada salah seorang
temanku. “ada yang gak lulus gak?” teman ku menjawab “alhamdulillaah dhiah
lulus 100 %” “alhamdulillaaah, ku ekspresikan rasa syukurku di rumah. Rasa nya
pengumuman lulus sekolah terakhir ini tak begitu spesial seperti
sekolah-sekolah ku yang lalu. Aku lebih santai mungkin karena aku udah galau
duluan. Hhehe~
Tanggal 9
Juni 2015 itu adalah tanggal yang dinanti nanti temanku yang mendaftar di
perguruan tinggi negeri. Mereka heboh deg degan sama seperti diriku sebulan
yang lalu. Aku memang mendaftar di PTN tapi aku tak berharap penuh hanya
sekedar ikut ikutan. Saat pengumuman pun aku sedang sibuk mengurus acara
workshop tadabbur Quran di organisasi remaja Quranic Generation. Paket data
internetku sedang off saat itu. Mama dan bapak ku juga tidak tahu aku daftar
PTN. yang mereka tahu aku hanya daftar beasiswa bidikmisi. Setelah 3 hari
pengumuman itu berlalu. Aku bertemu salah seorang teman ku. Dan dia memberi
tahuku kabar baik ini. Bahwa nama ku terdaftar sebagai Mahasiswa Baru di salah
satu Universitas ternama di Jakarta. Orang-orang banyak menjulukinya kampus
Hijau.aku masuk di fakultas Bahasa dan Seni tepatnya Jurusan Bahasa dan Sastra
Arab Universitas Negeri Jakarta. Awalnya aku tak percaya mungkin hanya candaan
karena ingin menghiburku setelah di tolak Lipia. Namun dia meyakinkan ini serius
dhiah, coba kamu cek di internet. Hati kecilku berkata “alhamdulillaah jika
benar, apa ini maksud Allah aku belum bisa mendaftar Lipia kemarin? Ahh rasanya
tidak mungkin kalo aku di terima itukan kampus negeri. Aku pun ingin
membuktikan kata teman ku itu dengan penasaran aku pun mencoba buka web
pengumuman tersebut. Ternyataa ALHAMDULILLAAH BINI’MATIHI TATIMMUSSHAALIHAAT
nama ku tertera disitu. Hatiku penuh warna warni rasa entah senang, sedih,
haru, sekaligus bingung. Walaupun aku tak pernah menginginkan diterima disitu
setidaknya oarang tuaku senang aku bisa diterima di universitas itu. Itu yang membuatku
senang dan bersyukur mungkin ini kejutan Allah untuk aku dan kedua orang tuaku.
Aku pun mulai istikhoroh untuk meyakinkan pilihanku ini. Ternyata hatiku
semakin mantap. Aku pun mulai melangkahkan kaki ku ke universitas itu. Mengurus
segala berkas yang diperlukan.
24 Agustus
2015 adalah hari pertama aku memulai aktifitas baruku. 3 hari aku mulai
beradaptasi dengan kampus baru itu juga teman-teman baruku. Maa syaa Allah
untuk kesekian kalinya aku malu dan juga bersyukur karena Allah mengabulkan doa
ku waktu itu. Di universitas ini banyak ku temukan Akhwat berhijab yang
menjulur panjang, akhwat bercadar, dan yang membuat ku kagum akhlaq mereka yang
mempesona. Disini aku diperkenalkan dengan teman-teman yang sholihah, disini
aku mulai terbuka tentang politik islam, dan disini di jurusan bahasa dan
sastra Arab aku bisa memperdalam kunci belajar ilmu islam yaitu bahasa arab.
disini aku bisa belajar dari pribadi biasa menjadi luar bisa. Yaa itu dari
sosok orang-orang yang telah berhijrah disekitarku. Disini kutemukan sebuah
liqo yang isinya ada mulai dari belum berjilbab, hingga memutuskan berhijab, dan
belajar Al Quran. Disini kutemukan ikatan ukhuwah yang erat. Disini kutemukan
dakwah tanpa diskriminasi harokah. Disni kutemukan semua agen dakwah tidak
hanya dari kalangan ilmu syar’iyyah namun seluruh fakultas teknik, MIPA, Bahasa
dan Seni, pendidikan, keolahragaan semua menjadi satu belajar islam dan
mendakwahkan islam. Benar suatu maqolah yang berkata siapapun diri kita, kita
adalah da’i. Mau apapun itu guru kah, polisi kah, dokterkah, arsitek kah, yaa
apapun itu.
Mungkin ini
jawaban Allah aku diterima disini agar aku bisa mengambil banyak pelajaran. aku
pun tidak boleh menyi-nyiakan kesempatan baik yang Allah berikan pada ku ini. selama
aku disini aku dapat mengambil pelajaran bahwa yang membedakan kuliah dan
sekolah yaitu, jika di sekolah banyak yang beranggapan bahwa yang mendapat
nilai bagus berarti dia pintar. Tapi tidak untuk kuliah. Yang mendapat nilai
bagus adalah dia yang rajin. Jika sekolah banyak yang mendapat nilai bagus tapi
banyak pula yang tidak dari hasil sendiri. Beda seperti kuliah nilai bagus
diperolah dari hasil kerja keras sendiri tidur tengah malam begadangin makalah,
observasi, penelitian, dan teruntuk jurusanku yang diwajibkan menghafal
mufradat. Itu semua hasil sendiri karena tidak mungkin bisa mencontek. Ujian pun
sunyi tanpa ada bisik bisik. Belajar bicara di depan umum dengan presentasi
oleh kita dari kita dan untuk kita. Belajar berdiskusi disini wawasan kita
mulai terbuka. Belajar mandiri. Dan di kampus ini aku merasakan bagaimana
susahnya mencari uang. Banyak mahasiswa yang mengajariku untuk mulai berdagang.
Aku pun mulai membuka usaha dagang nasi bakar. Alhamdulilaah setidaknya
walaupun tak seberapa rasanya puas sekali kalau bisa mendapat uang hasil sendiri.
Teman temanku juga ada yang berjualan sosis, martabak, kriuk. Apapun itu. Dunia
kampus itu tidak mengenal kata ‘gengsi’ apapun itu asalkan baik dan halal,
lakukan. Disela sela waktu kosongku di kampus seringkali ku temukan di sudut
masjid kampus tengah, depan selalu ada akhwat yang tilawah ba’da sholat. Kuperhatikan
tiap jam waktu dhuha sesekali ada kahwat yang melaksanakan sunnah dhuha. Sebuah
halaqah quran, dan kajian islam yang rutin dilaksanakan. Tak hanya akhwat saja,
aku pun terheran di kampus negeri umum tenyata masih banyak kaum adam yang
taat. Jam sholat di masjid UNJ sebut saja Masjid Nurul Irfan selalu penuh. Teringat
saat MPA seluruh MABA yang muslim diwajibkan berkerudung. Pantaslah jika kampus
ini disebut kampus tarbiyah, kampus perjuangan, building future leader. Ya yang
kita kenal dengan kampus hijau identik warna hijau itu islam.
Aku pun
mulai senang berada di kampus ini. Termikasih yaa Allah Engkau telah menjawab
tangisanku selama ini dengan bayaran yang tak ku duga-duga. hasil tangisanku 6 bulan pertama, alhamdulillaaah. Aku pun
teringat kata teman MTs ku ‘Belum nangis, Belum Belajar’. Terimakasih Yaa Rabb atas AnugerahMu aku
mendapat IPK 3.77. mungkin hasil tangisan atas usahaku tak ada apa apanya tanpa
doa orang tuaku yang selalu menyertaiku, doa doa orang-orang yang menyayangiku.
Terimakasih semoga Allah membalas beribu kebaikkan untuk kalian semua. Doakan aku
untuk bisa lebih baik dan menyelesaikan target ku selanjutnya. Aamiin~
*Pesan singkat,
jangan pernah kecewa atas segala sesuatu yang telah Allah tetapkan, kejuatan
yang tak disangka akan Allah berikan pada mu. Teruslah mengemis doa orang tuamu
dan semua orang. Usaha dan doa kita saja tak cukup untuk menggetarkan ArsNya. Mungkin
dari doa orang tuamu atau orang-orang disekitarmu lah yang membuat keinginanmu
di kabulkan. Tetaplah semangaat terus belajar, hormati guru, amalkan ilmu yang
di dapat, perbanyak teman.
Terimakasih telah
menyempatkan membaca ocehan liburan ku kali ini..
Semoga bermanfaat
yaa sobb ^_^)9